Skip to main content

Lelaki Bimbang

Ini adalah kisah seorang lelaki yang bahkan tak pernah tau akan dibawa kemana kisah hidupnya.

Riang gembira dengan segala hal yang dihadapinya. Keluarga, Teman membuatnya menjadi lebih dari seorang lelaki. Ia begitu bergembira dengan dunianya.

Hari harinya diisi dengan canda gurau nan senyuman bersama orang orang yang ia cintai yang setiap saat selalu ada disampingnya, beruntung sekali lelaki ini.

Namun segala hal yang ada dalam hidupnya, yang orang lain bahkan rela menukarkan apapun hanya untuk menjadi dirinya telah membuatnya tumbang, tak kuasa melawan arus keadaan. Ya, dia hanya pasrah dengan keadaan, tak ada perlawanan ketika ia terseret derasnya arus.

Seperti remaja lainya yang mulai menginjak masa dewasa iapun sama nakal nan bengalnya sebagaimana khasnya seorang pemuda. Dan tentu ini masalah untuk masa depannya kelak.

Dengan segala yang ada membuatnya lupa akan hari esoknya. Ia terlalu periang dan liar tanpa mempedulikan hari harinya.

Kini lelaki ini harus adaptasi dengan lingkungan barunya. Tak ada teman teman yang dulu, hanya ada keluarga yang sesakali bertemu dengannya pada waktu yang singkat.

Mau tidak mau ia harus mulai berjuang untuk masa depannya sendiri. Kelak untuk hidupnya yang lebih baik.

Baru ia rasakan sepinya tanpa teman. Harus ia mulai kembali masa perkenalan yang tentu tidak dibuat dengan waktu yang singkat.

Lelaki yang malang, harus membiasakan diri dengan mengerjakan sesuatu yang bukan kebiasaanya di hari yang lalu.

Tapi semua harus berjalan. Sang waktu tidak pernah menunggu lelaki ini. Ia tentu harus berjuang dan berjuang karena itu memang hakikatnya sebagai manusia.

Comments

Popular posts from this blog

Tapi, Indramayu adalah Romantisme

Dadaku pernah mendesir selagi menyaksikan rusa-rusa diberi makan oleh mereka yang berbahagia di Ranca Upas, di Bandung. Menjaring kabut di Lembang, bercengkrama dengan dingin yang menyapa sampai kulit terdalam. Aku pernah, menikmati ombak lemah-lembut di pantai di Gunung Kidul. Pasir putih dan tebing yang indahnya bukan main. Atau diterjang ombak besar di pantai Trisik, di Jogja. Memetik buah naga di sepanjang pekarangan di dekat pantainya. Menyapa angin pantai yang tiupannya membuat rambut gondrongku tertiup angin kesana-kemari. Menelusuri keraton dan bertukar cerita di salah satu angkringan di dekat alun-alun Kidul. Atau bercengkrama disela-sela belanja di pasar Beringharjo yang khasnya tak pernah lekang oleh waktu. Bersantap nasi kucing dengan lauk beberapa tusuk usus dan sate telor puyuh, dan sejuta keramahan yang tersimpan rapih di sudut-sudut kota. Bandung adalah tempat paling tepat bagi siapapun yang mau menaruh sejuta luka, melupakannya sejenak dan menikmati segala pernak-pe

Gadis Lima Belas Tahun

Lalu, gadis berumur lima belas tahun itu menghampiriku perlahan, sambil melambai manja ia menawarkan: "Dua ratus lima puluh ribu, mas." Aku hanya senyum sekadar senyum. "Umurmu berapa, dek?" "Lima belas tahun, mas." "Bukankah tak baik gadis lima belas tahun di sini?" Lalu, hening sesaat. Sesak dadaku berpikir kalau-kalau ucapanku menyinggung perasaannya. "Hidup tak hanya tentang baik dan buruk, mas. Setidaknya begitu menurut saya."

Bocah Cadel Lampu Merah - Morfem

Ku menghentikan motorku Di lampu merah selatan Jam sebelas di arloji Kurapatkanlah jaketku Dan, berkhayal telah di rumah Seorang bocah lelaki Yang belum lancar bicara Mendekati dengan senyum Dan tangan yang menengadah Sepertinya hanya itu Yang baru sempat diajarkan Oleh Ibunya Ia bermain, besar di trotoar Diterangi, hangat lampu jalan Nyanyi riuh klakson, debu Ia dibuai, caci maki merdu Matahari, warna-warni mesin Mendung siang hari, peluh Bermandi hujan di aspal Malam silih berganti Pasti jumpa dirinya Kini mulai bisa nyanyi Lagu yang sering di TV Walaupun cadel lidahnya Ia bermain besar di trotoar Diterangi hangat lampu jalan Ia dibuai caci maki merdu Matahari, warna-warni mesin Nyanyi riuh klakson, peluh Bermandi hujan di aspal Tampak ibunya bangga Di kejauhan berkipas Sambil nikmati limunnya