Skip to main content

Takut

Aku masih ingat tiga tahun yang lalu. Aku masih ingat saat aku sendirian duduk dikelas baru, tanpa seorang teman yang kukenal. Aku ingat hari dimana aku tawarkan nomor teleponku kepadamu.

Aku ingat responmu kala itu, kamu hanya tertawa kecil saat aku menatap, saat aku menulis beberapa digit nomor teleponku. 

Aku ingat sekali senyuman pertamamu untukku. Aku ingat saat kamu menyimpan kertas berisi nomor teleponku disaku bajumu. Lucu sekali, kita yang masih polos harus berkenalan dengan cara yang konyol.

Hari hariku sejak kejadian itu menjadi sangat berbeda. Kamu menjadi lebih sering memberikan senyuman indahmu untukku, kamu lebih sering juga melemparkan tawamu saat kita berada dalam satu canda. Didekatmu aku lebih sering tertawa, lebih sering tersenyum.

Aku lebih sering memperhatikanmu. Seperti ada sesuatu yang baru yang masuk dalam duniaku, aku merasa semuanya menjadi lebih Indah. Iya, mengapa tidak? Aku mempunyai seorang teman perempuan yang periang!

Aku ingat, kamu selalu tau tentang aku lebih banyak dari perempuan manapun yang aku kenal selain ibu. Kamu ingat? Kamu paling tau tentang aku yang suka es duren. Kamu juga perempuan pertama yang kuajak mendengarkan lagu hiphop. Sampe akhirnya aku tau kamu adalah perempuan pertama yang saat ini paling kurindu keberadaanya.
***

Akhir semester pertama tahun 2011/2012. Ingatkah kamu? Ingatkah ketika kita saling jujur tentang perasaan masing masing? Aku ingat. Aku ingat ketika kamu berbicara tentang cinta, tentang perasaan sayangmu untukku. Kamu mengatakan bahwa aku mampu membuatmu merasa nyaman, mampu membuatmu lebih tertawa lepas.

Aku bodoh tak langsung menembakmu menjadi seorang kekasihku. Aku takut, takut nanti kehilangan pelangiku, takut kehilangan senyumanmu, bodohnya aku yang selalu diselimuti rasa takut.

Kini aku menyesal telah mempunyai rasa takut kepadamu, warna cerah pelangiku..

Comments

Popular posts from this blog

Suatu Hari Anakmu

--- digubah dari tulisan Bhagavad Sambadha Suatu hari anakmu melihat seorang mahasiswa menangis di lorong gelap di salah satu gedung, setelah sebelumnya bertemu ketua dekan untuk nego bayaran kuliah. Mahasiswa itu tidak pernah sekalipun dalam hidupnya takut di-DO, ia hanya takut orang tuanya kelelahan mencari dana selagi dirinya menjadi pelajar. Suatu hari anakmu melihat bocah umur lima belas tahun bekerja siang malam demi nasi dan lauk yang dimakan oleh dirinya dan adik-adik. Di tempatnya bekerja, keringat dan air yang mengalir di wastafel di kampus anakmu belajar mungkin sama derasnya. Bocah itu tidak pernah sekalipun dalam hidupnya takut kelaparan, ia hanya takut orang tuanya kekeringan keringat selagi ia dan adik-adik asik menyantap makanan. Suatu hari anakmu melihat seorang remaja seumur SMP dan SMA menjajakan tissue di bawah lampu merah di mana orang-orang mengumpat karena panas dan dikejar waktu. Di sana, matahari bahkan lebih menakutkan dari perut kosong, karena panasnya tak bi...

KETAKUTAN ITU WAJAR

Perang Mu’tah, adalah perang yang secara rasio tak akan membuat manusia optimis apalagi yakin dengan kemenangan yang dijanjikan. Bayangkan saja, jumlah pasukan Romawi yang berkumpul pada hari itu lebih dari 200.000 tentara, lengkap dengan baju perang yang gagah, panji-panji dari kain sutra, senjata-senjata yang perkasa, lalu dengan kuda-kuda yang juga siap dipacu. Abu Hurairah bersaksi atas perang ini. ”Aku menyaksikan Perang Mu’tah. Ketika kami berdekatan dengan orang-orang musyrik. Kami melihat pemandangan yang tiada bandingnya. Jumlah pasukan dan senjatanya, kuda dan kain sutra, juga emas. Sehingga mataku terasa silau,” ujar Abu Hurairah.  Sebelum melihatnya, pasukan para sahabat yang hanya berjumlah 3.000 orang-orang beriman, sudah mendengar kabar tentang besarnya pasukan lawan. Sampai-sampai mereka mengajukan berbagai pendapat, untuk memikirkan jalan keluar. Ada yang berpendapat agar pasukan Islam mengirimkan surat kepada Rasulullah saw, mengabarkan jumlah mu...

Di Stasiun

Di stasiun, orang-orang berkumpul, saling berpelukan, cium-cium kecil pipi atau kening masing-masing dari mereka, atau yang paling sederhana, sekedar salaman penuh makna. Semuanya melepas rindu, sebelum waktu merenggutnya. Lempuyangan, 2018