Skip to main content

Untuk Papah: Pria Yang Selalu Dirindu

Lelaki berbadan kekar yang lebih mirip tentara ketimbang guru adalah lelaki yang malam ini paling kurindukan.

Diantara tugas tugas kuliah yang menumpuk dan seabreg rasa lelah, tiba tiba, kenangan kenangan tentang papah melintas diotak tanpa seizin pikiranku terlebih dahulu.

Terlintas ingatan ketika papah mengajariku matematika SD dulu, yang dulu menjadi masalah terbesarku. Ingatan ketika dulu papah kadang nimbrung ikut ikutan mimi menguncir rambut panjangku yang dulu agak keriting. Lalu sesudah itu mengikatkan tali sepatuku sebelum aku berangkat ke sekolah. Terlintas didalam otakku ketika papah memboncengku dengan motor, mengantarku ke sekolah yang ketika itu hujan, aku bersembunyi dibalik jas hujan biru papah yang panjang hingga menutupi hampir seluruh motor.

Tiba tiba malam ini aku teringat: Ketika dulu sewaktu aku menangis berselesih dengan adik, papah yang selalu menenangkanku, menggendongku dan menyanyikan dengan merdunya lagu lagu campursari dan keroncong jawa yang digemarinya. Ingatan ketika malam malam, papah yang kulihat sangat lelah rela bangkit dari istirahatnya demi mengganjal perut laparku, papah yang ketika itu rela memasak mie instan diantara ribuan lelah yang dirasakannya. Papah yang selalu berusaha tampil terbaik ketika mengambil raporku, memakai baju terbaiknya untuk sekaligus bertemu aku disekolah.

Aku rindu melihat papah tertidur dengan segala lelahnya setiap malam di ruang tengah. Rindu pijitannya yang dulu selalu mampu menjadi pelebur rasa pegal seharian. Rindu jalan jalan dengan papah, papah tour guide terbaik.

Hingga aku menjadi seorang putrinya yang tumbuh dewasa, papah selalu masih memberikan perhatiannya kepadaku. Diujung telepon, sekedar menanyakan apa saja yang kulewati hari ini, ada tugas kuliah atau tidak, apa aku sudah makan atau belum, pulang jam berapa dan berbagai pertanyaan pertanyaan lain yang tak bisa kusebut satu persatu. Diantara pertanyaan pertanyaan papah itu aku tau, cintanya yang tulus takkan pernah pudar.

Papah mengajarkan lebih banyak cinta yang kutau didunia ini. Mengajarkan bahwa lelaki tak harus menaikan nada bicaranya untuk menegur. Mengajarkan bahwa lelaki tak harus kasar untuk menjadi tangguh. Papah mengajarkan semua yang kutau didunia ini: Cinta, Pengorbanan, Pengabdian, Kasih sayang dan kebaikan yang nilainya tentu tak bisa kuhitung.

Papah, aku tau lebih banyak rasa lelah daripada keringat yang mengalir dipipi. Lebih banyak hal yang papah lakukan untuk aku, adik, mas, mba dan mimi yang kusayang.
Terimakasih telah menjadi raja yang agung untuk duniaku pah, aku rindu.

Comments

Popular posts from this blog

Tapi, Indramayu adalah Romantisme

Dadaku pernah mendesir selagi menyaksikan rusa-rusa diberi makan oleh mereka yang berbahagia di Ranca Upas, di Bandung. Menjaring kabut di Lembang, bercengkrama dengan dingin yang menyapa sampai kulit terdalam. Aku pernah, menikmati ombak lemah-lembut di pantai di Gunung Kidul. Pasir putih dan tebing yang indahnya bukan main. Atau diterjang ombak besar di pantai Trisik, di Jogja. Memetik buah naga di sepanjang pekarangan di dekat pantainya. Menyapa angin pantai yang tiupannya membuat rambut gondrongku tertiup angin kesana-kemari. Menelusuri keraton dan bertukar cerita di salah satu angkringan di dekat alun-alun Kidul. Atau bercengkrama disela-sela belanja di pasar Beringharjo yang khasnya tak pernah lekang oleh waktu. Bersantap nasi kucing dengan lauk beberapa tusuk usus dan sate telor puyuh, dan sejuta keramahan yang tersimpan rapih di sudut-sudut kota. Bandung adalah tempat paling tepat bagi siapapun yang mau menaruh sejuta luka, melupakannya sejenak dan menikmati segala pernak-pe

Gadis Lima Belas Tahun

Lalu, gadis berumur lima belas tahun itu menghampiriku perlahan, sambil melambai manja ia menawarkan: "Dua ratus lima puluh ribu, mas." Aku hanya senyum sekadar senyum. "Umurmu berapa, dek?" "Lima belas tahun, mas." "Bukankah tak baik gadis lima belas tahun di sini?" Lalu, hening sesaat. Sesak dadaku berpikir kalau-kalau ucapanku menyinggung perasaannya. "Hidup tak hanya tentang baik dan buruk, mas. Setidaknya begitu menurut saya."

Bocah Cadel Lampu Merah - Morfem

Ku menghentikan motorku Di lampu merah selatan Jam sebelas di arloji Kurapatkanlah jaketku Dan, berkhayal telah di rumah Seorang bocah lelaki Yang belum lancar bicara Mendekati dengan senyum Dan tangan yang menengadah Sepertinya hanya itu Yang baru sempat diajarkan Oleh Ibunya Ia bermain, besar di trotoar Diterangi, hangat lampu jalan Nyanyi riuh klakson, debu Ia dibuai, caci maki merdu Matahari, warna-warni mesin Mendung siang hari, peluh Bermandi hujan di aspal Malam silih berganti Pasti jumpa dirinya Kini mulai bisa nyanyi Lagu yang sering di TV Walaupun cadel lidahnya Ia bermain besar di trotoar Diterangi hangat lampu jalan Ia dibuai caci maki merdu Matahari, warna-warni mesin Nyanyi riuh klakson, peluh Bermandi hujan di aspal Tampak ibunya bangga Di kejauhan berkipas Sambil nikmati limunnya