Skip to main content

Aku dan Penjahat

Aku melihat orang yang amat jahat
Tubuhnya biasa, matanya layu, gerak geriknya lemah
Aku melihatnya berkeliaran didalam rumahku, atawa kadang di halaman rumahku
Dia tak bersahabat denganku, bahkan ketika aku sebagai pemilik rumah

Aku melihatnya sebagai seorang penjahat
Aku ngeri, bahkan ketika wujudnya masih menyerupai manusia
Ia selalu bersembunyi kala aku mencarinya, menyusup entah kemana
Kupanggil disetiap sudut ruangan, tapi tak ada balasan, pun ketika dihalaman rumah

Andai aku menemukannya, akan ku adili sendirian
Akan kutegur hingga kupingnya panas sekalian
Kutumpahkan rasa muak sampai menyerap kedalam sendi sendinya
Kupukul hingga robek lapisan kulit kulitnya, hingga merasa kapok dengan perannya

Lalu, disuatu sore kala aku pulang
Kudapati lelah sedang hinggap ditiap tiap bagian tubuhku
Aku duduk sejenak, lalu mandi, lalu merapihkan diri
Aku terkejut kala melihat cermin, kudapati penjahat itu dalam cermin

Sedang bimbang, matanya layu kelelahan, mengais dan mencari entah apa

Comments

Popular posts from this blog

Tapi, Indramayu adalah Romantisme

Dadaku pernah mendesir selagi menyaksikan rusa-rusa diberi makan oleh mereka yang berbahagia di Ranca Upas, di Bandung. Menjaring kabut di Lembang, bercengkrama dengan dingin yang menyapa sampai kulit terdalam. Aku pernah, menikmati ombak lemah-lembut di pantai di Gunung Kidul. Pasir putih dan tebing yang indahnya bukan main. Atau diterjang ombak besar di pantai Trisik, di Jogja. Memetik buah naga di sepanjang pekarangan di dekat pantainya. Menyapa angin pantai yang tiupannya membuat rambut gondrongku tertiup angin kesana-kemari. Menelusuri keraton dan bertukar cerita di salah satu angkringan di dekat alun-alun Kidul. Atau bercengkrama disela-sela belanja di pasar Beringharjo yang khasnya tak pernah lekang oleh waktu. Bersantap nasi kucing dengan lauk beberapa tusuk usus dan sate telor puyuh, dan sejuta keramahan yang tersimpan rapih di sudut-sudut kota. Bandung adalah tempat paling tepat bagi siapapun yang mau menaruh sejuta luka, melupakannya sejenak dan menikmati segala pernak-pe

Gadis Lima Belas Tahun

Lalu, gadis berumur lima belas tahun itu menghampiriku perlahan, sambil melambai manja ia menawarkan: "Dua ratus lima puluh ribu, mas." Aku hanya senyum sekadar senyum. "Umurmu berapa, dek?" "Lima belas tahun, mas." "Bukankah tak baik gadis lima belas tahun di sini?" Lalu, hening sesaat. Sesak dadaku berpikir kalau-kalau ucapanku menyinggung perasaannya. "Hidup tak hanya tentang baik dan buruk, mas. Setidaknya begitu menurut saya."

Bocah Cadel Lampu Merah - Morfem

Ku menghentikan motorku Di lampu merah selatan Jam sebelas di arloji Kurapatkanlah jaketku Dan, berkhayal telah di rumah Seorang bocah lelaki Yang belum lancar bicara Mendekati dengan senyum Dan tangan yang menengadah Sepertinya hanya itu Yang baru sempat diajarkan Oleh Ibunya Ia bermain, besar di trotoar Diterangi, hangat lampu jalan Nyanyi riuh klakson, debu Ia dibuai, caci maki merdu Matahari, warna-warni mesin Mendung siang hari, peluh Bermandi hujan di aspal Malam silih berganti Pasti jumpa dirinya Kini mulai bisa nyanyi Lagu yang sering di TV Walaupun cadel lidahnya Ia bermain besar di trotoar Diterangi hangat lampu jalan Ia dibuai caci maki merdu Matahari, warna-warni mesin Nyanyi riuh klakson, peluh Bermandi hujan di aspal Tampak ibunya bangga Di kejauhan berkipas Sambil nikmati limunnya