Skip to main content

Tentang Hari Ini

Tak mudah. Percayalah, ini tak mudah.

Aku adalah perempuan yang lebih sering menghabiskan waktu bersama lelaki lelaki haus nafsu digubug neraka. Silahkan jika mau berpikir buruk, aku tak akan marah.

Aku ingin berbagi cerita. Sebenarnya tak ada sedikitpun rasa puas, rasa tak bersalah, rasa senang dan rasa rasa lain yang membuat hati tenang. Aku ingin lepas, lepas dari barang yang ketika kamu  memakainya, kamu akan lupa siapa dirimu sebenarnya. Aku ingin berhenti, botol botol gila itu benar benar membuatku sinting.

Karena kecanduan, setiap sore sebelum bekerja, sebelum aku menjadi kupu kupu, sebelum aku menjadi perempuan yang tak punya harga diri, ku sisihkan sebagian uang pas pasan miliku untuk membeli barang yang benar benar sudah kurasakan kegilaanya. Jangan menilaiku bodoh sebelum kamu tau bagaimana reaksinya ketika aku meninggalkan mereka, seperti ada sesuatu yang masuk secara paksa di telingaku, mengiang entah bagaimana aku menggambarkannya. Sakau, halu, aku tak peduli apa namanya, yang aku rasakan sakit, tubuhku bukan lagi miliku, gemetar dan kejang menjadi sahabat saat aku tak bersama mereka. Kamu tak perlu bayangkan kesakitannya, dengarkan saja perempuan tak tau diri ini bercerita.

Kadang aku merenung, melamun diantara lelaki lelaki yang harus kulayani. Percayalah, ini tak mudah, tak mudah sedikitpun. Meski entah pantas atau tidak, aku berdoa setiap kali akan masuk kamar bersama lelaki semu-ku, aku berdoa semoga ia tak kasar kepadaku, semoga ia tak menambah derita yang kualami, semoga ia bisa seperti kekasih. Karena kadang lelaki tak peduli bahwa aku juga manusia, kadang mereka memperlakukanku dengan kasar, seperti lupa bahwa makna bercinta adalah memuaskan sesama.

Beranjak dari lelaki lelaki tak tau diri, musuh terbesarku sebenarnya tak lain adalah diriku sendiri. Iya, aku, perempuan tolol yang tak tau arah hidupnya mau dibawa kemana, perempuan bodoh, perempuan bego yang memiliki jalan salah untuk harapan harapan masa kecil yang begitu indah, perempuan dungu yang tak bisa lepas dari sesuatu yang bahkan ia-pun tau bahwa itu bisa membuatnya hilang nyawa.

Selepas jam kerjaku, yaitu jam tigapagi, aku belum dulu pulang.

Kuhabiskan kelelahanku pada sebatang cangklong, aku bercerita tentang hari hariku, bercerita di setiap hirupan hasil pembakaran kristal kristal yang membuatku tenang. 7 hirupan, sudah cukup untuk melepas lelah dan beban beban yang menumpuk dan berkumpul didalam dada. Kamu harus tau, hanya dengan ini aku bisa merasa tenang, karena setelah ini tubuhku segar --setidaknya untuk 3-4 hari--

Aku melakukan ini semata mata agar tubuhku tak lagi sakit, agar aku tak lagi kejang, agar aku tak lagi merana. Aku tau caraku salah, mengobati racun dengan racun. Tapi apa makna salah untuk perempuan tak berakal sepertiku?

Aku ingin sekali merasakan mati, jika itu membuatku hidup dengan dunia yang baru, aku mau. Aku mau, mau untuk lepas dari apapun yang berbeda jalan dengan jalan Tuhan. Tapi aku tak kuasa, aku tak sanggup melawan, aku tak sanggup melawan arus.

Siapapun kamu, aku ingin bercerita lebih banyak hal kepadamu. Aku ingin berbagi pilu yang senang sekali menghampiriku. Tapi, sekarang sudah pukul empat sore, aku harus bergegas mandi dan merapihkan diri, aku harus bekerja untuk nasi besok hari. Siapapun kamu, aku berharap bisa berbagi cerita lagi, berharap kamu membaca tulisan tulisan tololku lagi. Sampai jumpa kamu, kamu yang tak bisa kusentuh tapi mampu memberi ketenangan. Sampai jumpa.

Comments

Popular posts from this blog

Gadis Lima Belas Tahun

Lalu, gadis berumur lima belas tahun itu menghampiriku perlahan, sambil melambai manja ia menawarkan: "Dua ratus lima puluh ribu, mas." Aku hanya senyum sekadar senyum. "Umurmu berapa, dek?" "Lima belas tahun, mas." "Bukankah tak baik gadis lima belas tahun di sini?" Lalu, hening sesaat. Sesak dadaku berpikir kalau-kalau ucapanku menyinggung perasaannya. "Hidup tak hanya tentang baik dan buruk, mas. Setidaknya begitu menurut saya."

Tapi, Indramayu adalah Romantisme

Dadaku pernah mendesir selagi menyaksikan rusa-rusa diberi makan oleh mereka yang berbahagia di Ranca Upas, di Bandung. Menjaring kabut di Lembang, bercengkrama dengan dingin yang menyapa sampai kulit terdalam. Aku pernah, menikmati ombak lemah-lembut di pantai di Gunung Kidul. Pasir putih dan tebing yang indahnya bukan main. Atau diterjang ombak besar di pantai Trisik, di Jogja. Memetik buah naga di sepanjang pekarangan di dekat pantainya. Menyapa angin pantai yang tiupannya membuat rambut gondrongku tertiup angin kesana-kemari. Menelusuri keraton dan bertukar cerita di salah satu angkringan di dekat alun-alun Kidul. Atau bercengkrama disela-sela belanja di pasar Beringharjo yang khasnya tak pernah lekang oleh waktu. Bersantap nasi kucing dengan lauk beberapa tusuk usus dan sate telor puyuh, dan sejuta keramahan yang tersimpan rapih di sudut-sudut kota. Bandung adalah tempat paling tepat bagi siapapun yang mau menaruh sejuta luka, melupakannya sejenak dan menikmati segala pernak-pe

Bocah Cadel Lampu Merah - Morfem

Ku menghentikan motorku Di lampu merah selatan Jam sebelas di arloji Kurapatkanlah jaketku Dan, berkhayal telah di rumah Seorang bocah lelaki Yang belum lancar bicara Mendekati dengan senyum Dan tangan yang menengadah Sepertinya hanya itu Yang baru sempat diajarkan Oleh Ibunya Ia bermain, besar di trotoar Diterangi, hangat lampu jalan Nyanyi riuh klakson, debu Ia dibuai, caci maki merdu Matahari, warna-warni mesin Mendung siang hari, peluh Bermandi hujan di aspal Malam silih berganti Pasti jumpa dirinya Kini mulai bisa nyanyi Lagu yang sering di TV Walaupun cadel lidahnya Ia bermain besar di trotoar Diterangi hangat lampu jalan Ia dibuai caci maki merdu Matahari, warna-warni mesin Nyanyi riuh klakson, peluh Bermandi hujan di aspal Tampak ibunya bangga Di kejauhan berkipas Sambil nikmati limunnya