Tiga tahun bukan waktu yang sebentar. Nama-nama baru
bermunculan, maju kedepan tak mau kalah mengambil peran. Tiga tahun bukan waktu yang
sebentar, tapi bukan juga waktu yang pendek. Tiga tahun adalah waktu yang cukup
untuk sebuah kenangan yang tak akan bisa dilupakan seumur hidup. Iya, seumur
hidup.
Tiga tahun yang lalu, persis ketika saya belum mengenal apa
itu kedewasaan, kalian mengajarkan saya sesuatu yang lebih dari apa yang belum
saya ketahui. Tiga tahun yang lalu, ketika saya masih belum mengenal apapun, masih samasekali
belum mengerti apa itu menghargai, kalian menyajikan begitu banyak arti
penghargaan, mengajarkan saya bahwa ternyata menghargai lebih dari sekedar
menghormati, kalian mengajarkan saya bahwa menghargai juga berarti memahami.
Tiga tahun yang lalu, saat ketika saya mencari apa itu teman, kalian justru
mengajarkan saya apa itu persahabatan, pertemanan tulus yang jelas tak bisa
saya hitung nilainya. Tiga tahun yang lalu, tepat ketika upacara bendera
pertama di sekolah kita itu, saya masih belum begitu paham tentang segala hal.
Kalianlah yang mengajarkan saya segalanya, mengajarkan saya sesuatu yang paling berharga, sesuatu yang tak bisa saya dapatkan di ruang belajar atau bahkan di ruang
kelas, sesuatu yang tak bisa saya ukur, kehidupan.
Meski yang kalian ajarkan hanya sebuah awal dari kehidupan, tapi
jelas, saya tak bisa mengenal itu tanpa kalian.
Sampai pada akhirnya saya harus menerima kenyataan yang selama tiga tahun ini selalu saya hindari dari kalian, perpisahan. Sebelum bertemu dengan hal yang selalu membuat saya
gelisah itu, saya harus melewati fase-fase yang membuat saya beberapa kali
berpikir, ‘’Abis ini masih bisa ketemu ngga ya?’’ atau pertanyaan yang tak bisa
pergi dari pikiran saya, ‘’Kalo nanti pisah, ngga bareng lagi,
masih bisa se-akrab ini ngga ya?’’
Kadang, pertanyaan-pertanyaan itu muncul tanpa saya minta,
tumbuh dikepala saya selama tiga tahun ini. Ketika asik sarapan atau sekedar
nongkrong di kantin, kadang pikiran saya maju selangkah, bertanya ke diri
sendiri, ‘’Nanti, kalo udah lulus, apa bisa makan se-asik ini sama orang-orang se-asik ini lagi?’’
Perasaan takut itu selalu muncul setiap saat. Kalian, teman
teman terhebat saya membuat saya merasa takut harus meninggalkan. Lagi pula,
siapa yang siap dipaksa waktu untuk berpisah? Dipaksa berpisah dengan
orang-orang semenarik kalian? Lalu, mencoba berbaur dengan orang-orang baru,
memahami lagi dari awal, merasakan kehidupan yang sebenarnya. Mungkin ada yang
siap, ada yang malah tidak. Sampai hari ini, saya termasuk golongan dipilihan
kedua. Saya belum siap dengan perpisahan itu.
Tapi, sekuat apapun saya bertahan, sekuat apapun saya
mempertahankan, perpisahan itu pasti datang. Tak ada yang bisa melawan waktu.
Termasuk saya.
Sampai pada akhirnya, kita dipertemukan diujung jalan, dimana
masing-masing dari kita pada akhirnya memilih jalannya sendiri. Sebelum itu terjadi, sebelum masing-masing dari kita memilih jalan yang akan kita tempuh untuk cita-cita dan harapan kita, saya ingin
duduk sejenak diujung jalan itu. Beristirahat. Melepas semua lelah, gundah,
gemas, penat, bahagia, senang, sedih, atau mungkin sekedar mengingat masa-masa jaya kita selama
tiga tahun.
Semoga setelah ini, setelah kelulusan kita, tak ada yang
berubah dari kalian. Jangan menjadi yang sudah sudah, berpisah, sekian lama tak
bertemu, lalu masing-masing menjadi orang yang tak bisa dikenali, menjadi orang
asing. Semoga setelah ini, kita masih bisa ‘ngumpul’, sekedar ngopi atau
makan-makan. Semoga tak ada yang hilang dari kalian, karena saya tak bisa
kehilangan orang-orang semenarik kalian, se-gokil kalian, se-gila kalian, se-absurd kalian.
Biarkan saja waktu berjalan sesuai perputarannya, semaunya. Karena bagi saya, yang fana adalah waktu, persahabatan kita tetap kekal.
Dan karena kalian, tak berlebihan jika sampai hari ini saya berani bilang bahwa part
terbaik dalam hidup adalah masa SMA. Senang bisa mengenal kalian, menghabiskan
tiga tahun bersama, kenangan yang tak bisa saya bayar dengan apapun. Sampai
jumpa dilain waktu, semoga ketika kita reuni nanti, kalian sudah menjadi sesuatu
yang kalian cita-citakan. Karena cuma do’a yang bisa saya berikan, karena
perjuangan kita tak lagi sama disatu tempat. Sampai jumpa, kawan-kawan terhebat yang
pernah saya kenal. Sampai nanti, sampai dimana Tuhan dengan segala kuasanya
mempertemukan kita lagi. Semoga kalian, sampai kapanpun waktunya, tetap menjadi
kalian yang se-menyenangkan ini. Saya bangga mengenal orang-orang
hebat seperti kalian, yang susah maupun senang bisa menikmatinya dengan
senyuman. Kalian mengajarkan saya tentang banyak hal. Sampai jumpa, dimasa depan yang kita cita-citakan.
Comments
Post a Comment