Yang aku tau, tiap orang punya lukanya masing-masing. Entah besar menganga atau sekecil titik setelah kalimat atau kata, ditambalnya luka itu dengan senyuman palsu di bibir, semata-mata agar semuanya menjadi lebih baik, semata-mata agar semuanya terlihat baik-baik saja. Aku masih menghisap sebatang rokok yang ujungnya sudah abis terlumat api, apinya terus menggerus sampai hanya menyisakan setengah badan rokok ketika aku memberanikan diri menghampiri perempuan yang duduk diujung tempat di terminal tempat aku menunggu tumpangan. Lelah jelas terlihat dari keningnya yang sedikit berkeringat, tas besar di sampingnya menandakan ia akan pergi ke suatu tempat, entah kemana. "Lagi nunggu, mba?" Obrolan yang jelas basa-basi, adzan maghrib beberapa saat akan terdengar dari sudut musholla di samping kios para pedagang. Tak ada maksud apapun, murni obrolan pembuka, aku butuh lawan bicara. "Iya", jawaban singkat yang dengan segera disusul senyum dari bibir perempuan, wajahnya