Skip to main content

Perjalanan

Seperti berlari, semua yang ditinggalkan semakin jauh
Seperti menghilang, semua yang terlihat perlahan memudar
Seperti mendaki, semua menjadi lebih tak terlihat
Seperti menyelam, perlahan membuat perahu semakin kelam dipandangan pelupuk mata

Aku berlari jauh dari masa kanak kanak, meninggalkan segala tawa paling tulus yang pernah tercipta
Beranjak ke tempat tak tau apa, berada pada titik entah dimana

Entah apa yang membawaku berada disini
Aku telah jauh, jauh berjalan tak pernah kenal dengan arah
Seingatku dulu tak se-asing ini
Terlalu banyak orang yang datang
Terlalu banyak orang yang pergi

Dalam perjalanan meraih setiap inchi harapan, meraih setiap kepal keinginan
Aku selalu merasa terhambat
Selalu merasa perjalanan seolah mempermainkan setiap setapak yang kulalui
Perlahan dan perlahan seiring impian yang mulai terang
Satu persatu yang pergi kian beranjak datang, silih berganti menggantikan setiap peran

Impian, Harapan
Untuk setiap lelahku, kau adalah alasan mengapa aku harus terus berjalan
Alasan mengapa aku terus melawan
Dalam menujumu, aku dihibur oleh perjalanan
Entah akan sampai tujuan atau kembali kebelakang untuk pulang

Comments

Popular posts from this blog

Gadis Lima Belas Tahun

Lalu, gadis berumur lima belas tahun itu menghampiriku perlahan, sambil melambai manja ia menawarkan: "Dua ratus lima puluh ribu, mas." Aku hanya senyum sekadar senyum. "Umurmu berapa, dek?" "Lima belas tahun, mas." "Bukankah tak baik gadis lima belas tahun di sini?" Lalu, hening sesaat. Sesak dadaku berpikir kalau-kalau ucapanku menyinggung perasaannya. "Hidup tak hanya tentang baik dan buruk, mas. Setidaknya begitu menurut saya."

Tapi, Indramayu adalah Romantisme

Dadaku pernah mendesir selagi menyaksikan rusa-rusa diberi makan oleh mereka yang berbahagia di Ranca Upas, di Bandung. Menjaring kabut di Lembang, bercengkrama dengan dingin yang menyapa sampai kulit terdalam. Aku pernah, menikmati ombak lemah-lembut di pantai di Gunung Kidul. Pasir putih dan tebing yang indahnya bukan main. Atau diterjang ombak besar di pantai Trisik, di Jogja. Memetik buah naga di sepanjang pekarangan di dekat pantainya. Menyapa angin pantai yang tiupannya membuat rambut gondrongku tertiup angin kesana-kemari. Menelusuri keraton dan bertukar cerita di salah satu angkringan di dekat alun-alun Kidul. Atau bercengkrama disela-sela belanja di pasar Beringharjo yang khasnya tak pernah lekang oleh waktu. Bersantap nasi kucing dengan lauk beberapa tusuk usus dan sate telor puyuh, dan sejuta keramahan yang tersimpan rapih di sudut-sudut kota. Bandung adalah tempat paling tepat bagi siapapun yang mau menaruh sejuta luka, melupakannya sejenak dan menikmati segala pernak-pe

Bocah Cadel Lampu Merah - Morfem

Ku menghentikan motorku Di lampu merah selatan Jam sebelas di arloji Kurapatkanlah jaketku Dan, berkhayal telah di rumah Seorang bocah lelaki Yang belum lancar bicara Mendekati dengan senyum Dan tangan yang menengadah Sepertinya hanya itu Yang baru sempat diajarkan Oleh Ibunya Ia bermain, besar di trotoar Diterangi, hangat lampu jalan Nyanyi riuh klakson, debu Ia dibuai, caci maki merdu Matahari, warna-warni mesin Mendung siang hari, peluh Bermandi hujan di aspal Malam silih berganti Pasti jumpa dirinya Kini mulai bisa nyanyi Lagu yang sering di TV Walaupun cadel lidahnya Ia bermain besar di trotoar Diterangi hangat lampu jalan Ia dibuai caci maki merdu Matahari, warna-warni mesin Nyanyi riuh klakson, peluh Bermandi hujan di aspal Tampak ibunya bangga Di kejauhan berkipas Sambil nikmati limunnya