Skip to main content

Kejujuran Saya Tentang Kamu

Sebagai dua orang yang saling terbelenggu dengan rindu, tentu saya akan melakukan banyak hal ketika ada kesempatan untuk menghabiskan momen bersamamu. Kita bisa seharian keliling kemanapun yang kita suka, denganmu waktu adalah hal menyenangkan yang paling berharga.

Saat liburan saya bisa mengajakmu keluar kota. Menikmati udara bukit, jalan yang naik turun, sesekali dengan tanganmu yang menunjuk kesana kemari kita samasama kagum dengan tangan Tuhan yang dengan senang hati menciptakan pemandangan yang membuat mata termanjakan. Selain itu, denganmu saya bisa menenangkan pikiran, hati, dan jiwa yang sedikit galau dengan keadaan. Saya bisa dibuat tak karuan olehmu, dibuat tergila gila oleh ciptaan Tuhan yang amat menarik hati.

Denganmu saya belajar. Saya belajar fokus ke makanan tanpa harus sibuk dengan telepon genggam, sesekali ketika saya lupa, kamu bisa saja menegur saya dengan teguran khas perempuan yang amat lembut. Atau ketika ada selembar kata kasar yang tak pantas diucap, kamu mengingatkan saya dengan sesekali memegang pundak. Denganmu, saya selalu merasa diperhatikan.

Jika harus berlebih-lebihan, saya selalu suka dengan cara ajaibmu mengajak saya keluar dari kejenuhan. Saya menjadi berani melihat selain dunia saya karena kamu. Denganmu, dunia saya menjadi memiliki banyak warna.

Saya dan kamu adalah pasangan yang tak setiap hari bertemu. Jika beruntung kita bisa bertemu satu kali dalam seminggu, menghabiskan hal-hal kecil bersama atau tertawa saban hari. Denganmu saya tak harus lagi memikirkan bagimana caranya membuat perempuan tersenyum, toh denganmu senyum dan tawa bukan lagi hal yang langka. Denganmu hari yang kaku dan penuh diam justru menjadi hal yang tabu.

Begitupum saya, kamu tak harus menjadi orang lain untuk bisa tertawa. Saya dan dirimu bisa saling membuka obrolan kapanpun dan dalam waktu apapun tanpa harus malu. Sesekali saya seperti anak berumur lima tahun yang kelelahan bermain, yang dengan manja tiduran dipahamu. Tanpa rasa beban, kadang kita saling menertawakan.

Jika untuk tak kehilangan kamu, saya siap memberikan apapun. Denganmu bersama sama menghabiskan waktu dengan tertawa bukan lagi hal yang besar. Saya siap menemani dan menjagamu didalam hari harimu. Denganmu, semua terasa lebih dekat. Denganmu, saya tak tertarik dengan perempuan macam apapun lagi.

Saya bersamamu dihari dimana uban tumbuh biasa dikepala kita masing masing.

Comments

Popular posts from this blog

Tapi, Indramayu adalah Romantisme

Dadaku pernah mendesir selagi menyaksikan rusa-rusa diberi makan oleh mereka yang berbahagia di Ranca Upas, di Bandung. Menjaring kabut di Lembang, bercengkrama dengan dingin yang menyapa sampai kulit terdalam. Aku pernah, menikmati ombak lemah-lembut di pantai di Gunung Kidul. Pasir putih dan tebing yang indahnya bukan main. Atau diterjang ombak besar di pantai Trisik, di Jogja. Memetik buah naga di sepanjang pekarangan di dekat pantainya. Menyapa angin pantai yang tiupannya membuat rambut gondrongku tertiup angin kesana-kemari. Menelusuri keraton dan bertukar cerita di salah satu angkringan di dekat alun-alun Kidul. Atau bercengkrama disela-sela belanja di pasar Beringharjo yang khasnya tak pernah lekang oleh waktu. Bersantap nasi kucing dengan lauk beberapa tusuk usus dan sate telor puyuh, dan sejuta keramahan yang tersimpan rapih di sudut-sudut kota. Bandung adalah tempat paling tepat bagi siapapun yang mau menaruh sejuta luka, melupakannya sejenak dan menikmati segala pernak-pe

Gadis Lima Belas Tahun

Lalu, gadis berumur lima belas tahun itu menghampiriku perlahan, sambil melambai manja ia menawarkan: "Dua ratus lima puluh ribu, mas." Aku hanya senyum sekadar senyum. "Umurmu berapa, dek?" "Lima belas tahun, mas." "Bukankah tak baik gadis lima belas tahun di sini?" Lalu, hening sesaat. Sesak dadaku berpikir kalau-kalau ucapanku menyinggung perasaannya. "Hidup tak hanya tentang baik dan buruk, mas. Setidaknya begitu menurut saya."

Bocah Cadel Lampu Merah - Morfem

Ku menghentikan motorku Di lampu merah selatan Jam sebelas di arloji Kurapatkanlah jaketku Dan, berkhayal telah di rumah Seorang bocah lelaki Yang belum lancar bicara Mendekati dengan senyum Dan tangan yang menengadah Sepertinya hanya itu Yang baru sempat diajarkan Oleh Ibunya Ia bermain, besar di trotoar Diterangi, hangat lampu jalan Nyanyi riuh klakson, debu Ia dibuai, caci maki merdu Matahari, warna-warni mesin Mendung siang hari, peluh Bermandi hujan di aspal Malam silih berganti Pasti jumpa dirinya Kini mulai bisa nyanyi Lagu yang sering di TV Walaupun cadel lidahnya Ia bermain besar di trotoar Diterangi hangat lampu jalan Ia dibuai caci maki merdu Matahari, warna-warni mesin Nyanyi riuh klakson, peluh Bermandi hujan di aspal Tampak ibunya bangga Di kejauhan berkipas Sambil nikmati limunnya