Skip to main content

Senja

Senja tak pernah ingkar
Ia selalu datang dengan tepat waktu
Selalu datang setia dengan satu warna
Senja selalu tau kapan ia datang dan kapan ia pulang

Senja selalu menjadi hal paling tepat melepas lelah
Senja tau apa yang harus dihadirkan
Warna jingga
Bulatan sempurna
Hingga cahaya yang redup redam

Senja tak pernah berdusta
Menutup siang dan memulai malam dengan cara yang khas
Senja selalu mampu membuat canda
Mengajak patah hati untuk tertawa

Untuk senja
Perlahan dengan perlahan sinarmu mulai hilang
Menandakan awal kelelahan
Tanda aku harus pulang
Sampai esok kembali senja
Sampai jumpa!

Comments

Popular posts from this blog

Suatu Hari Anakmu

--- digubah dari tulisan Bhagavad Sambadha Suatu hari anakmu melihat seorang mahasiswa menangis di lorong gelap di salah satu gedung, setelah sebelumnya bertemu ketua dekan untuk nego bayaran kuliah. Mahasiswa itu tidak pernah sekalipun dalam hidupnya takut di-DO, ia hanya takut orang tuanya kelelahan mencari dana selagi dirinya menjadi pelajar. Suatu hari anakmu melihat bocah umur lima belas tahun bekerja siang malam demi nasi dan lauk yang dimakan oleh dirinya dan adik-adik. Di tempatnya bekerja, keringat dan air yang mengalir di wastafel di kampus anakmu belajar mungkin sama derasnya. Bocah itu tidak pernah sekalipun dalam hidupnya takut kelaparan, ia hanya takut orang tuanya kekeringan keringat selagi ia dan adik-adik asik menyantap makanan. Suatu hari anakmu melihat seorang remaja seumur SMP dan SMA menjajakan tissue di bawah lampu merah di mana orang-orang mengumpat karena panas dan dikejar waktu. Di sana, matahari bahkan lebih menakutkan dari perut kosong, karena panasnya tak bi...

KETAKUTAN ITU WAJAR

Perang Mu’tah, adalah perang yang secara rasio tak akan membuat manusia optimis apalagi yakin dengan kemenangan yang dijanjikan. Bayangkan saja, jumlah pasukan Romawi yang berkumpul pada hari itu lebih dari 200.000 tentara, lengkap dengan baju perang yang gagah, panji-panji dari kain sutra, senjata-senjata yang perkasa, lalu dengan kuda-kuda yang juga siap dipacu. Abu Hurairah bersaksi atas perang ini. ”Aku menyaksikan Perang Mu’tah. Ketika kami berdekatan dengan orang-orang musyrik. Kami melihat pemandangan yang tiada bandingnya. Jumlah pasukan dan senjatanya, kuda dan kain sutra, juga emas. Sehingga mataku terasa silau,” ujar Abu Hurairah.  Sebelum melihatnya, pasukan para sahabat yang hanya berjumlah 3.000 orang-orang beriman, sudah mendengar kabar tentang besarnya pasukan lawan. Sampai-sampai mereka mengajukan berbagai pendapat, untuk memikirkan jalan keluar. Ada yang berpendapat agar pasukan Islam mengirimkan surat kepada Rasulullah saw, mengabarkan jumlah mu...

Di Stasiun

Di stasiun, orang-orang berkumpul, saling berpelukan, cium-cium kecil pipi atau kening masing-masing dari mereka, atau yang paling sederhana, sekedar salaman penuh makna. Semuanya melepas rindu, sebelum waktu merenggutnya. Lempuyangan, 2018