Skip to main content

Posts

Showing posts from 2016

Mami

Empat tahun yang lalu, mami memberiku peluang untuk hidup yang menurutnya lebih berhak aku dapatkan. Aku tak pernah mengerti apa maksudnya ketika ia bilang bahwa perempuan bisa menjadi harta, menjadi emas, menjadi uang hanya bermodal tubuhnya. Aku terlalu putih untuk kopi yang mami tuangkan, tak bisa kunikmati, hanya kutenggak perlahan lahan sampai aku terbiasa dengan pahitnya. Mami memberiku segalanya. Kost-an yang cukup lebar, lengkap dengan segala apapun yang dibutuhkan, listrik, TV, AC, kasur yang empuk, bersih dan macam macam barang yang sudah tertata rapih ketika aku menempati kamar kost mami yang diberikan kepadaku. Aku seperti dibawa terbang, semua yang kubutuhkan langsung dibawakan, dihadirkan cuma untuk menyenangkanku. Mami, sampai hari ini aku pergi dari rumahnya secara baik baik, tak pernah aku merasa tak enak hati karena kata katanya, karena perbuatannya. Mami, meskipun pekerjaannya tak baik, meskipun yang ia lakukan sama sekali tak boleh ditiru oleh siapapun, tapi seben

Anak-Anak

Ada yang lebih aku sukai ketimbang libur menjadi pelacur, aku suka melihat anak-anak bermain. Sepulang dari pasar membeli sayur dan bahan makan untuk sehari, aku memilih pulang dengan jalan kaki. Aku punya cukup uang untuk naik ojek, tapi pagi itu memaksaku menggunakan kaki-ku untuk melangkah. Setelah melewati beberapa rumah dan gang, perjalanan pulangku terhenti di depan sebuah sekolah dasar. Aku duduk, kuluruskan kakiku kedepan sambil memesan minuman botol, pagi itu seperti waktu menungguku, aku tak tergesa-gesa untuk sampai kerumah, aku tak merasa dikejar-kejar 'setoran', waktu dan diriku begitu mesra, kita seperti saling menunggu satu sama lain. Jam sembilan pagi. Didepanku tepat gerbang pintu sekolah, anak anak berhamburan keluar membeli jajanan, ada yang sekedar duduk duduk, ada yang sedang main petak umpet, macam-macam. Mereka tertawa-tawa, terbahak-bahak, sedang aku duduk dengan leganya, kuukir senyuman dibibirku, tak jelas kemana arah senyumanku. Dalam hatiku, tak

Mimisan

Pagi itu aku tertegun, aku tak percaya dengan penglihatanku sendiri. Hidungku seperti berada diluar kontrol, pagi itu aku merasa pusing, aku mencoba duduk tapi tiba tiba darah keluar dari satu sisi hidungku. Aku tertegun, tak percaya pada pandanganku, lalu pusing datang menyusul, seolah tak mau kalah dengan kehadiran darah dihidungku. Aku panik, kulucuti jaketku dengan tergesa gesa, mencoba sekuat hati menahan darah yang seakan berontak ingin keluar dari hidungku secara bersamaan. Aku duduk dengan gerakan yang tak bisa kuingat lagi. Bersamaan dengan setiap tetes darah yang mengucur, kepalaku sangat pusing, pusing yang tak bisa kugambarkan dalam media apapun. Dua jam lalu, meskipun letih dan lemas menghampiri, aku masih sehat, masih bisa membedakan antara wajah manusia dengan hewan, masih bisa membedakan warna warna. Dua jam lalu aku masih bisa melayani tamu keduabelasku dikamar, seperti biasanya. Dua jam lalu, meskipun pusing dan keseimbangan mulai pudar, aku masih mampu menenggak b

Untuk Kamu, Lelaki Penggila Buku

Minder adalah sikap rendah diri. Aku minder berada dekat denganmu, dekat dengan lelaki sepertimu. Aku minder dengan teman temanmu. Aku minder dengan mantanmu. Perempuan jalang sepertiku mampukah memberi sekeping memori yang bisa kau ingat? Perempuan tak punya apa apa sepertiku bisakah memberi kenangan kepadamu yang ketika kau mengingatnya kau mengingatku juga? Entah, aku tak berani menebak nebak pertanyaan absurd dari pikiran pikiran liarku. Kamu membuatku benar benar gila setelah sabtu malam itu. Kamu datang bergerombol dengan teman temanmu, hanya kamu yang kulihat tak banyak bergerak, kamu seperti tak tau apa yang harus dilakukan lelaki di klub. Kamu hanya duduk duduk statis sementara teman temanmu asik berjoget dilantai. Lalu kamu cuma melempar senyum yang kutau sangat dipaksa ketika pertama kudekati. Kamu benar benar membuatku penasaran. Lelaki macam apa yang pergi ke klub tapi hanya duduk? Malah dengan tak sengaja aku melihatmu sedang membaca surah Al-Ikhlas lewat ponsel beruk

Tentang Pagi Ini

Masih tiga pagi. Aku masih asik menghisap rokok, tamu tamu belum sepenuhnya pulang. Aku masih menunggu, sayang jika ada rupiah yang terlewatkan. Jum'at ini entah mengapa aku menjadi penganggur. Dandanan setengah terbuka yang biasa aku pertontonkan mendadak tak dilirik, mentok hanya dilirik sebelah mata. Belum ada lelaki hidung belang yang menawar, belum ada bangsat yang datang untuk mengajak sekamar. Harus tau, kadang keadaan luang seperti ini membuatku rindu, rindu dengan kehidupanku yang dulu dulu, yang masih asri, masih penuh dengan canda dan tawa. Kadang keadaan seperti ini membuatku melamun, menghayal andai aku punya banyak uang, punya suami yang sopan dan pengertian, aku menghayal andai aku berhenti menjadi pelacur, berhenti menjadi perempuan penjerat nafsu suami suami orang. Seperti perempuan perempuan kebanyakan, aku juga tak sudi mengais rupiah dengan cara yang amat hina. Aku juga tak sudi harus melayani lelaki yang seumur dengan ayahku, seumur dengan adikku, seumur d

Ramadhan

Aku masih diluar ketika ramadhan menyapaku, memberikan kenikmatan kenimatannya selama sebulan kepadaku. Tak peduli ramadhan datang pada bulan apa, tanggal berapa, aku selalu suka. Ramadhan memberi segalanya yang kubutuhkan, memberi apapun yang aku inginkan. Ramadhan selalu bisa membuatku tenang, seakan ia mengerti apa yang harus dihadirkan untuk hati yang sedang bimbang, yang sedang senang, yang sedang galau, ramadhan selalu mengerti segala jenis perasaan. Ramadhan, tujuh hari menjelang kau hilang, tujuh hari menjelang kau pergi, aku ingin berbagi cerita. Ramadhan, warna warna indah seketika datang, bersamaan dengan hari awal puasa, bersamaan dengan kau datang. Ramadhan, kata pengganti untuk bulan penuh ujian, bulan penuh rahmatan dan bulan segala bulan yang penuh pengampunan. Wanginya berbeda dengan bulan bulan sebelum Ramadhan, khas. Warung warung makan lebih sopan, menutup tempatnya dengan gorden, membuat siapapun yang tak puasa tak perlu malu dilihat orang, juga dengan pemilik

Tuhan, Islamkah aku?

Tuhan Diujung senja menuju berbuka puasa Aku menunduk malu Tiba tiba termenung tak karuan Islamkah diriku? Tuhan Untuk siapakah aku shalat? UntukMu atau untuk kesombonganku? Amalku ikhlas hati atau hanya untuk pamer? Islamkah aku, Tuhan? Tuhan Puasaku menahan lapar atau nafsu? Atau puasaku justru hanya ria? Ajang pamer siapa yang paling sering Islamkah aku, Tuhan? Tuhan Tarawihku lebih lama, lebih berlimpah rakaat Itukah khusyu atau jalan lain ingin dipuji? Atau cari muka di sesama hambaMu yang lain Islamkah diri ini, Tuhan? Tuhan Islamkah aku? Yang kulakukan untukku atau untukMu? Jangan jangan, Tuhan Ibadahku hanya ajang pamer Ibadahku hanya kepentingan untuk diriku Sarana merendahkan umatMu yang lain Islamkah aku, Tuhan?

Tentang Hari Ini

Tak mudah. Percayalah, ini tak mudah. Aku adalah perempuan yang lebih sering menghabiskan waktu bersama lelaki lelaki haus nafsu digubug neraka. Silahkan jika mau berpikir buruk, aku tak akan marah. Aku ingin berbagi cerita. Sebenarnya tak ada sedikitpun rasa puas, rasa tak bersalah, rasa senang dan rasa rasa lain yang membuat hati tenang. Aku ingin lepas, lepas dari barang yang ketika kamu  memakainya, kamu akan lupa siapa dirimu sebenarnya. Aku ingin berhenti, botol botol gila itu benar benar membuatku sinting. Karena kecanduan, setiap sore sebelum bekerja, sebelum aku menjadi kupu kupu, sebelum aku menjadi perempuan yang tak punya harga diri, ku sisihkan sebagian uang pas pasan miliku untuk membeli barang yang benar benar sudah kurasakan kegilaanya. Jangan menilaiku bodoh sebelum kamu tau bagaimana reaksinya ketika aku meninggalkan mereka, seperti ada sesuatu yang masuk secara paksa di telingaku, mengiang entah bagaimana aku menggambarkannya. Sakau, halu, aku tak peduli apa naman

Rumahnya

Tak ada warna disetiap dindingnya Tak ada hijau, kuning, merah, tosca Tak ada perabot yang dibanggakan Tak ada apapun, bahkan kehormatan sebagai manusia Temboknya penuh tambalan Fotonya cuma satu, tahun 1990an Gordennya sobek sana sobek sini Jika hujan, airnya masuk dalam kamar Jika panas, teriknya menyengat hingga ruang tamu Adakah Ia merasa rendah? Kurasa tidak, tidak sekalipun Kulihat mata bahagianya, Ia bahagia Karena Ia mengerti, Tuhan bersamanya

Jangan berhenti membuatku takut

Jangan behenti membuatku takut. Jangan berhenti membuatku takut karena tak bisa mendengar apa yang sedang kau jalani, apa yang sedang kau lakukan. Tetaplah kamu seperti itu, tetaplah membuatku takut kehilangan kabar darimu. Karena aku suka ketakutan yang kamu ciptakan. Saat kita sedang asyik bersama. Waktu, dengan segala kewenangan yang dimilikinya, harus membatasi kebersamaan kita yang sedang melepas rasa yang sering mengendap disela sela perasaan kita, rindu. Kamu, hal yang membuatku takut dengan waktu, yang membuatku berpikir alangkah lebih baik semesta ini jika tak ada waktu. Tetaplah seperti itu, jangan berubah. Karena aku suka caramu membuatku takut dengan waktu. Saat dunia sedang gila gilanya. Saat perempuan macam apapun mudah dicari. Saat perempuan model apapun mudah datang. Aku justru dibuat takut oleh kepergianmu. Aku justru dibuat berpikir bahwa tak ada perempuan lain sepantas kamu yang boleh hadir dihidupku. Tapi aku suka, aku suka caramu membuatku takut jika kau perg

Aku dan Hujan

Aku tak suka hujan Karena bila ia datang Kami tak bisa tidur Rintiknya membasahi kasur Aku tak suka hujan Gemuruhnya membuat kami tak karuan Membuat takut dan bimbang Takut genteng pecah dan berjatuhan Aku tak suka hujan Airnya seringkali tak sopan Ia masuk lewat atap tanpa pamitan Tak tau malu ia masuk tanpa sungkan Aku tak suka hujan Bila hujan turun, aku cepat sembunyi Biar tak disuruh ayah membenahi Ruang tamu, kamar, dapur yang sudah banjir Aku tak suka hujan Karena kadang ia membawa angin Deras terjangannya bukan main Rumah kami hampir terbang laksana angin menghembus kain Aku tak suka hujan Bukan oleh siapa Tapi karena apa

Aku dan Penjahat

Aku melihat orang yang amat jahat Tubuhnya biasa, matanya layu, gerak geriknya lemah Aku melihatnya berkeliaran didalam rumahku, atawa kadang di halaman rumahku Dia tak bersahabat denganku, bahkan ketika aku sebagai pemilik rumah Aku melihatnya sebagai seorang penjahat Aku ngeri, bahkan ketika wujudnya masih menyerupai manusia Ia selalu bersembunyi kala aku mencarinya, menyusup entah kemana Kupanggil disetiap sudut ruangan, tapi tak ada balasan, pun ketika dihalaman rumah Andai aku menemukannya, akan ku adili sendirian Akan kutegur hingga kupingnya panas sekalian Kutumpahkan rasa muak sampai menyerap kedalam sendi sendinya Kupukul hingga robek lapisan kulit kulitnya, hingga merasa kapok dengan perannya Lalu, disuatu sore kala aku pulang Kudapati lelah sedang hinggap ditiap tiap bagian tubuhku Aku duduk sejenak, lalu mandi, lalu merapihkan diri Aku terkejut kala melihat cermin, kudapati penjahat itu dalam cermin Sedang bimbang, matanya layu kelela

Hidup

Sesuatu yang menggandeng tanganmu itu Sesuatu hal yang mengisi hatimu itu Sesuatu yang kau agung agungkan Sebagai kekasih nan penjagamu Sesuatu yang kau anggap itu hidup Hidupnya menggandeng tanganmu Hidupnya menjadi pelipur lara hatimu Hidupnya menjadi apapun yang kau butuh Hidupnya untuk sesuatu yang kau perlu Dan suatu nanti ia berhenti hidup Hidupnya cuma tinggal cerita Gandengan tangannya denganmu cuma mitos Dan apapun tentangnya yang kau agungkan pupus Sirna tanpa mampu kau jelaskan Hidupnya sudah mati Hidupnya sudah tiada lagi Hidupnya sudah jadi cerita belaka Hidupnya sudah terkubur Dan nafasnya menjadi sia sia Tak bernyawa Dan kau sendirian Bingung cari siapa yang genggam tanganmu Bingung berlarian siapa yang jaga tidurmu Alhasil kaupun binasa Tak bernyawa Dan cerita tentang perjalanan hidupmu cuma mitos Hidupmu cuma mitos